Yahudi atau Israel?
Seekor burung hanya akan bisa melesat ke udara jika terbang dengan
kedua belah sayapnya. Kalau hanya mengandalkan satu sayap, burung itu
tidak akan bergerak meninggalkan tanah. Dia hanya akan meloncat-loncat
tak seberapa tinggi. Hal yang sama terjadi jika sebelah sayapnya besar,
kuat, dan sehat, sedangkan sebelah sayap yang lain kecil, lemah, dan
sakit.
Fenomena yang harus kita syukuri, ketika kota Gaza diserang,
gelombang demontrasi dukungan kepada Palestina menyebar ke seluruh
penjuru dunia. Di Indonesia, gelombang itu bahkan sangat terasa juga di
kota-kota kecil, di sekolah-sekolah dasar, majelis-majelis taklim, dan
sebagainya. Selain pernyataan dukungan, mereka juga memobilisasi dana
bantuan. Bahkan ada sebuah sekolah dasar yang tak seberapa besar, di
daerah Kebayoran Lama, bisa menghimpun dana lebih dari 100 juta rupiah.
Seringkali kita menghimpun dana untuk membangun kembali Palestina
yang hancur dibombardir Yahudi. Baru saja sebuah bangunan selasai
didirikan, datanglah serangan Yahudi. Demikian, tidak ada habis dan
selesainya. Oleh karena itu, harus dipikirkan bagaimana umat Islam
bersatu-padu melawan dan menghancurkan Yahudi, seperti mereka
bersatu-padu membantu rakyat Palestina. Dua sayap dikepakkan bersamaan.
Yahudi atau Israel?
Umat Islam sangat kurang memahami musuhnya. Bahkan namanya saja,
masih dibingungkan. Masih banyak yang menyebut mereka sebagai Israel.
Padahal sangat berbeda antara Yahudi dan Israel. Israel atau Bani Israil
bermakna anak-cucu (keturunan) Nabi Yakqub as. Karena Israel bermakna
“Hamba Allah swt.”, yang merupakan gelar Nabi Yakqub as. Orang-orang
Yahudi sangat senang dengan sebutan ini. Karena dengan demikian mereka
adalah pewaris kenabian; mereka juga merupakan bangsa pilihan, sesuai
dengan firman Allah swt.: “Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku
yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku
telah melebihkan kamu atas segala umat.” [Al-Baqarah: 47]. Mereka pun akhirnya berhak dengan tanah yang dijanjikan Allah swt.
Sedangkan Yahudi adalah nama yang digunakan Allah swt. untuk menyebut
mereka yang hidup setelah diutusnya Rasulullah saw., dan tidak mau
beriman dengan risalah yang dibawanya. Kata yang senada dengan nama
tersebut adalah (الذين هادوا), (الذين قالوا إنا هدنا إليك), dan (هود).
Al-Qur’an yang turun pada fase Madinah, menggunakan kata-kata ini untuk
menyebut mereka.
Sebaiknya kita tidak menggunakan kata Israel atau Bani Israil untuk
menyebut mereka. Apalagi dalam demo-demo yang melaknat mereka. Karena
kata Bani Israil masih bisa meliputi para nabi dan orang-orang shalih
dari kalangan keturunan Nabi Yakqub. Misalnya Nabi Yusuf, Nabi Daud,
Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, Nabi Isa, dan sebagainya.
Mereka semua adalah Bani Israil, dan bukan Yahudi. Allah swt. berfirman:
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa
Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakqub dan anak cucunya, adalah penganut agama
Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah?” [Al-Baqarah; 140].
Sedangkan segelintir dari kalangan mereka yang mau beriman dan
mengikuti Rasulullah saw. masih bisa dipanggil dengan sebutan Bani
Israil. Sehingga ada istilah israiliyyat, yaitu kisah-kisah yang diriwayatkan oleh kalangan Bani Israil yang masuk Islam.
Yahudi dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menceritakan kisah Yahudi dengan sangat detail dan panjang,
yaitu ketika bercerita tentang mereka bersama Nabi Ya’qub, Yusuf, Musa,
Harun, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, dan Isa. Sehingga kisah mereka
demikian panjang dan detail. Berbeda dengan kisah-kisah kaum yang lain.
Ketika masa Nabi Muhammad saw., beliau mulai berhadapan dengan mereka
setelah hijrah ke Madinah. Saat itu ada beberapa suku Yahudi yang
tinggal di sekitar Madinah, yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan
Khaibar. Hal tersebut juga diceritakan dalam Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an juga terdapat surat yang dinamakan dengan nama
mereka, surat Bani Israil. Ada juga surat yang dinamakan dengan salah
satu kisah mereka, surat Al-Baqarah (kisah mereka diperintahkan untuk
menyembelih sapi)
Seluruh kisah tersebut tersebar dalam surat-surat Al-Qur’an. Di
samping ada surat-surat tertentu yang membahas mereka. Sehingga seorang
muslim yang membaca Al-Qur’an satu juz, atau setengah juz, atau
seperempat juz, setiap hari, dia pasti akan bertemu dengan salah satu
kisah mereka. Ini mengisyaratkan bahwa setiap muslim harus mempelajari
detail Yahudi secara intensif. Bahkan setiap hari, seperti disiratkan
dengan wirid harian Al-Qur’an di atas.
Kisah mereka yang tertulis dari awal hingga akhir Al-Qur’an
mengisyaratkan bahwa permusuhan antara umat Islam dan Yahudi akan
berlangsung hingga hari kiamat. Bahkan Rasulullah saw. menyebutkan bahwa
berhentinya permusuhan tersebut dengan kemenangan umat Islam menandakan
segera datangnya hari Kiamat. Rasulullah saw. bersabda: “Kiamat tidak akan datang sebelum kalian memerangi Yahudi. Hingga bebatuan pun akan berkata, ‘Wahai Muslim, di belakangku ada seorang Yahudi, kemarilah, bunuh dia.’” [HR. Bukhari].
Jadi, bisakah kita mengharapkan perdamaian dengan mereka?
Lain Dulu Lain Sekarang?
Ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa orang-orang Yahudi jaman
sekarang berbeda dengan mereka yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan
Sunnah. Orang-orang Yahudi menyadari diri mereka telah habis
ditelanjangi dalam Al-Qur’an, sehingga mereka pun menyebarkan persepsi
ini.
Kalau Yahudi jaman Rasulullah saw. sama dengan Yahudi jaman Nabi Musa
as. yang berselisih waktu puluhan abad, maka Yahudi jaman sekarang pun
akan tetap sama. Dalam sejarah modern pun, diketahi bahwa sifat-sifat
mereka sangat dibenci oleh negara-negara tempat mereka berada, sehingga
mereka pun misalnya dibantai dan diusir dari Eropa.
Walaupun mereka membenci seluruh bangsa yang berlainan ras, ada
kebencian khusus mereka kepada umat Islam. Hal itu disebabkan sifat
kedengkian mereka bahwa nabi terakhir yang mereka tunggu-tunggu ternyata
tidak berasal dari garis keturunan mereka, Nabi Yakqub as., tapi
berasal dari saudaranya yang berlainan ibu, Nabi Ismail as. Kedengkian
ini tidak akan pernah sembuh karena semakin besar umat Islam, akan
semakin dengki mereka kepada umat Islam. Sehingga wajarlah kalau ada
sumber sirah nabawiyah yang menyebutkan bahwa Yahudi yang beriman
kepada Rasulullah saw. hanya berjumlah 15 orang. Berbeda dengan
orang-orang musyrikin yang berjumlah ratusan ribu. ( s.nuctnum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar